Ada sepi yang minta dimengerti
Tentang cerita yang dulu ada dan kini pergi
Bersama meski tak satu hati
Karena rasa kadang sulit dipahami
Ada hambar yang kadang melolong
Terlalu lama ditodong
Oleh bualan dan omong kosong
Berbuah mimpi di siang bolong
Berbagai tanya bertanduk prasangka
Dengan jari yang lurus menunjuk
Tunduk pada sebuah rasa
Takluk pada satu mata
Jangan tanya seperti apa
Karena seribu dan sejuta tak ada beda
Bersama adalah kata
Yang kadang tak berjiwa
Ada sepi yang minta dikasihani
Mengadu pada air mata
Yang mengalir tanpa diminta
Pada benci dan rindu yang menjadi satu
Masa tidak pernah untuk kembali
Kenangan adalah harta tak ternilai
Tentang pelajaran hidup dan mati
Dari nilai juga harga diri
Maka ketika sepi menyapa lagi
Mimpi tempat mengobral janji
Jika pada masa yang akan datang
Tidak akan lagi lari
Senin, 26 April 2010
Selasa, 20 April 2010
HARI INI, DUA TAHUN YANG LALU
Hari ini, dua tahun yang lalu
Pagi datang seperti biasa, kusapa dia ketika langit masih diselimuti gelapnya
Langkah kaki menembus sisa malam yang dingin oleh embun
Bahkan penghuni surau pun belum beranjak dari dzikirnya
Senandung syukur atas nafas yang hangat di dada
Sebuah kepasrahan pada pencipta semesta
Menapaki jalan yang telah meninggalkan jejak
Membuat kaki bermata meski mata seperti buta
Hari ini, dua tahun yang lalu
Ketika kabar bisa begitu cepat seolah mengedipkan mata
Detak jantung tak beraturan, kehilangan ritmenya
Walau kata sempat diucap, tak terpikir seperti ini jadinya
Berpikir dan kenyataan tetap lebih pahit rasanya
Kalau ini sebuah jawaban, aku lupa pertanyaannya
Karena aku hanya meminta yang terbaik untuk dirinya
Dan disinilah aku, mengenang yang dulu ada yang kini pergi untuk selamanya
Pagi datang seperti biasa, kusapa dia ketika langit masih diselimuti gelapnya
Langkah kaki menembus sisa malam yang dingin oleh embun
Bahkan penghuni surau pun belum beranjak dari dzikirnya
Senandung syukur atas nafas yang hangat di dada
Sebuah kepasrahan pada pencipta semesta
Menapaki jalan yang telah meninggalkan jejak
Membuat kaki bermata meski mata seperti buta
Hari ini, dua tahun yang lalu
Ketika kabar bisa begitu cepat seolah mengedipkan mata
Detak jantung tak beraturan, kehilangan ritmenya
Walau kata sempat diucap, tak terpikir seperti ini jadinya
Berpikir dan kenyataan tetap lebih pahit rasanya
Kalau ini sebuah jawaban, aku lupa pertanyaannya
Karena aku hanya meminta yang terbaik untuk dirinya
Dan disinilah aku, mengenang yang dulu ada yang kini pergi untuk selamanya
Sabtu, 17 April 2010
AKU HANYA SEORANG JALANG
Aku hanya seorang jalang
Yang menggembara dari malam ke malam
Dan terpaksa menelan peluh para bajingan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi takut gelap
Dan justru berkawan dengan setan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi menyebut diri hidup
Karena kematianlah yang sering kupikirkan
Aku hanya seorang jalang
Yang tertipu cinta
Dan gentayangan di antara dua alam
Aku hanya seorang jalang
Jangan tanya nama
Karena aku punya puluhan bahkan ratusan
Aku hanya seorang jalang
Yang tidak berani bermimpi surga
Cukup asal makan
Aku hanya seorang jalang
Yang menyebarkan benih kebencian
Tanpa pernah tahu siapa yang memintaku dilahirkan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi punya bayangan
Karena cermin terlalu jijik untuk memantulkan
Aku hanya seorang jalang
Yang meneriaki takdir
Memaki manusia, malaikat juga tuhan
Panggil saja aku jalang
Karena aku tahu kamu tidak lebih baik dariku
Dan aku sudah tidak peduli meski nyawaku melayang
Yang menggembara dari malam ke malam
Dan terpaksa menelan peluh para bajingan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi takut gelap
Dan justru berkawan dengan setan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi menyebut diri hidup
Karena kematianlah yang sering kupikirkan
Aku hanya seorang jalang
Yang tertipu cinta
Dan gentayangan di antara dua alam
Aku hanya seorang jalang
Jangan tanya nama
Karena aku punya puluhan bahkan ratusan
Aku hanya seorang jalang
Yang tidak berani bermimpi surga
Cukup asal makan
Aku hanya seorang jalang
Yang menyebarkan benih kebencian
Tanpa pernah tahu siapa yang memintaku dilahirkan
Aku hanya seorang jalang
Yang tak lagi punya bayangan
Karena cermin terlalu jijik untuk memantulkan
Aku hanya seorang jalang
Yang meneriaki takdir
Memaki manusia, malaikat juga tuhan
Panggil saja aku jalang
Karena aku tahu kamu tidak lebih baik dariku
Dan aku sudah tidak peduli meski nyawaku melayang
Kamis, 15 April 2010
PENDOSA
Malam pekat, tak istimewa
Hanya hitam yang lain dari kamar yang sama
Bagaimana dengan hujan yang menyapa?
Masih dengan rintihan pilunya
Tentang langit yang tak kuasa menahan dosa
Bumi dengan manusia yang terus mengencinginya
Dimana aku di antara dinding-dinding?
Kadang tak bernyawa, hanya suara
Yang sekian lama terpendam
Tak lagi ingin dibungkam
Bahwa nurani semakin lelah
Pada apa yang mereka bilang benar atau salah
Karena yang terdengar hanya bualan
Yang keluar dari mulut para jahanam
Bersumpah atas nama tuhan
Kemudian bersimpuh pada altar setan
Malam pekat bukan hanya tak istimewa
Tidak hanya hitam tapi merah membara
Pada dada, hati dan kepala
Hujan telah menjadi raungan
Melihat nyawa yang begitu mudah melayang
Tak lagi ada manusia yang disohorkan akalnya
Hanya pendosa yang menjadi vampir atas saudarnya
Hanya hitam yang lain dari kamar yang sama
Bagaimana dengan hujan yang menyapa?
Masih dengan rintihan pilunya
Tentang langit yang tak kuasa menahan dosa
Bumi dengan manusia yang terus mengencinginya
Dimana aku di antara dinding-dinding?
Kadang tak bernyawa, hanya suara
Yang sekian lama terpendam
Tak lagi ingin dibungkam
Bahwa nurani semakin lelah
Pada apa yang mereka bilang benar atau salah
Karena yang terdengar hanya bualan
Yang keluar dari mulut para jahanam
Bersumpah atas nama tuhan
Kemudian bersimpuh pada altar setan
Malam pekat bukan hanya tak istimewa
Tidak hanya hitam tapi merah membara
Pada dada, hati dan kepala
Hujan telah menjadi raungan
Melihat nyawa yang begitu mudah melayang
Tak lagi ada manusia yang disohorkan akalnya
Hanya pendosa yang menjadi vampir atas saudarnya
Minggu, 11 April 2010
LAPTOP TANPA TULANG
Laptop tanpa tulang, bukan daging memang
Tidak mengenal capek, panas mungkin
Tanpa mengeluh meski sering digebrak
Tak berteriak, diteriaki tak kadang-kadang
Sudah tahu tanpa tulang, bukan hewan memang
Tidak keropos, protes dengan caranya sendiri
Bukan kalsium yang dibutuhkan, tak perlu makan
Si empunya minum, dia tetap diam
Laptop tanpa tulang tersayang,
Disanjung dan dipeluk tak hanya sepanjang malam
Digelitiki oleh jari yang mengeluarkan kata-kata nakal
Dibilang bejat kadang juga sesat
Sering diluruskan padahal tahu dia tak bertulang
Jika dia salah bukan berarti yang bilang benar
Kalau harus mengalah bukan juga karena tak bisa menang
Dia tak bertulang, sekali lagi, bukan daging memang
Hanya karena berbeda jangan selalu jari diacungkan
Seolah tulang bisa menyangga sebuah kebanggaan
Atas ego yang kadang tak beraturan dan semakin awut-awutan
Tidak mengenal capek, panas mungkin
Tanpa mengeluh meski sering digebrak
Tak berteriak, diteriaki tak kadang-kadang
Sudah tahu tanpa tulang, bukan hewan memang
Tidak keropos, protes dengan caranya sendiri
Bukan kalsium yang dibutuhkan, tak perlu makan
Si empunya minum, dia tetap diam
Laptop tanpa tulang tersayang,
Disanjung dan dipeluk tak hanya sepanjang malam
Digelitiki oleh jari yang mengeluarkan kata-kata nakal
Dibilang bejat kadang juga sesat
Sering diluruskan padahal tahu dia tak bertulang
Jika dia salah bukan berarti yang bilang benar
Kalau harus mengalah bukan juga karena tak bisa menang
Dia tak bertulang, sekali lagi, bukan daging memang
Hanya karena berbeda jangan selalu jari diacungkan
Seolah tulang bisa menyangga sebuah kebanggaan
Atas ego yang kadang tak beraturan dan semakin awut-awutan
Selasa, 06 April 2010
ANTARA AKU, KAMU, SETAN DAN MIMPI YANG TERGANTUNG
Antara aku, kamu, setan dan mimpi yang tergantung,
Sebujur raga yang katanya berjiwa
Tak mau mengikuti, bosan diikuti
Enggan pergi meski seringnya lari
Pada kamu yang dicari
Pada setan yang datang
Pada mimpi yang membuatnya tak mau bangun
Seutas senyum pada wajah
Bukan hanya manis tapi rupawan
Sudah pergi, masih dinanti
Oleh aku yang katanya tak bisa mati
Oleh setan yang menduduki ruh ini
Oleh mimpi yang ingin segera diakhiri
Sederet gigi yang menunjukkan seringai
Tak terlihat menakutkan, justru menggetarkan
Bercokol dan terus menggoda,
Aku yang terpana dengan dungunya
Kamu yang semakin bersinar dengan biasnya
Mimpi yang melambai-lambai di langit-langit kamar
Sebuah harapan yang mereka sebut mimpi
Membuat jiwa bertahan meski hati melemah
Kadang berkedip kemudian meneriaki,
Aku yang semakin rapuh
Kamu yang semakin jauh
Dan setan yang semakin tak tahu diri
Antara aku, kamu, setan dan mimpi yang tergantung,
Mana yang akan terus berdiri
Dengan keyakinan yang telah berubah menjadi kesombongan
Entah kemampuan karena kelemahan menjadi senjata,
Untukku mengutuk tuhan
Untukmu memaki takdir
Untuk setan memperdayai aku dan kamu
Dan untuk mimpi yang masih tergantung, entah sampai kapan
Sebujur raga yang katanya berjiwa
Tak mau mengikuti, bosan diikuti
Enggan pergi meski seringnya lari
Pada kamu yang dicari
Pada setan yang datang
Pada mimpi yang membuatnya tak mau bangun
Seutas senyum pada wajah
Bukan hanya manis tapi rupawan
Sudah pergi, masih dinanti
Oleh aku yang katanya tak bisa mati
Oleh setan yang menduduki ruh ini
Oleh mimpi yang ingin segera diakhiri
Sederet gigi yang menunjukkan seringai
Tak terlihat menakutkan, justru menggetarkan
Bercokol dan terus menggoda,
Aku yang terpana dengan dungunya
Kamu yang semakin bersinar dengan biasnya
Mimpi yang melambai-lambai di langit-langit kamar
Sebuah harapan yang mereka sebut mimpi
Membuat jiwa bertahan meski hati melemah
Kadang berkedip kemudian meneriaki,
Aku yang semakin rapuh
Kamu yang semakin jauh
Dan setan yang semakin tak tahu diri
Antara aku, kamu, setan dan mimpi yang tergantung,
Mana yang akan terus berdiri
Dengan keyakinan yang telah berubah menjadi kesombongan
Entah kemampuan karena kelemahan menjadi senjata,
Untukku mengutuk tuhan
Untukmu memaki takdir
Untuk setan memperdayai aku dan kamu
Dan untuk mimpi yang masih tergantung, entah sampai kapan
Sabtu, 03 April 2010
SETAN MEMINJAM WAJAHMU
Matahari tak kulihat pagi ini
Serpihan dari apa yang sudah berubah menjadi tragedi
Kekuatan sebuah bayangan
Atau sosok yang ternyata setan
Jika malam gelap, bukan karena matahari mati
Tapi memberi waktu pada wajah-wajah lelah
Yang ingin lelap sekali lagi
Tak terlihat angkuh, hanya tak lagi peduli
Detik yang merangkak sekarang sudah bisa lari
Dan masih tak terlihat matahari
Anak-anak setan yang berubah manis
Meminjam rupa tak berdosa
Memaksa pagi muram dengan mendung menghias awan
Bencana tidak datang satu hari
Pada suatu pagi, dalam sekejap mata
Karena ada yang menemukan wajah
Dan meminjamnya atas nama rasa
Masih matahari tak muncul saat ini
Terlanjur malu atau bukan masanya lagi?
Jika pagi tak lagi terang, bagaimana aku tahu malam sudah datang?
Sedang wajah-wajah yang muncul semakin menyeringai
Memperlihatkan taring juga kekuatan untuk menghantui
Hentikan kegilaan ini
Asal kamu tahu, setan telah meminjam wajahmu
Serpihan dari apa yang sudah berubah menjadi tragedi
Kekuatan sebuah bayangan
Atau sosok yang ternyata setan
Jika malam gelap, bukan karena matahari mati
Tapi memberi waktu pada wajah-wajah lelah
Yang ingin lelap sekali lagi
Tak terlihat angkuh, hanya tak lagi peduli
Detik yang merangkak sekarang sudah bisa lari
Dan masih tak terlihat matahari
Anak-anak setan yang berubah manis
Meminjam rupa tak berdosa
Memaksa pagi muram dengan mendung menghias awan
Bencana tidak datang satu hari
Pada suatu pagi, dalam sekejap mata
Karena ada yang menemukan wajah
Dan meminjamnya atas nama rasa
Masih matahari tak muncul saat ini
Terlanjur malu atau bukan masanya lagi?
Jika pagi tak lagi terang, bagaimana aku tahu malam sudah datang?
Sedang wajah-wajah yang muncul semakin menyeringai
Memperlihatkan taring juga kekuatan untuk menghantui
Hentikan kegilaan ini
Asal kamu tahu, setan telah meminjam wajahmu
Langganan:
Postingan (Atom)