Minggu, 23 Mei 2010

CATATAN SEBUAH PAGI

Matahari malu-malu ketika aku menyapanya
Mendung menyisakan sedikit dingin sisa hujan semalam
Belum melihat cahaya, perut menggeliat minta ditanya
Ah, pagi memang selalu mempesona

Seringnya kantuk kembali menyerang
Karena malam yang terasa terlalu singkat
Menyapa dan lewat ketika mata bahkan belum sempat terlelap
Dan bangkit adalah pilihan yang harus diperjuangkan

Perempuan-perempuan di pagi hari
Aroma bumi sebelum mandi
Basah dalam peluh karena tubuh adalah api dan hujan bukanlah air disini
Musik menggerakkan jiwa dan hati yang masih lelah

Berita dan cerita yang tidak jauh berbeda
Ilmu yang sering mahal dan bencana yang diobral dimana-mana
Tapi senyum tak pernah tak berguna
Dan matahari akan tetap datang meski banyak yang mencacinya

Catatan sebuah pagi kembali ditorehkan
Tentang perempuan yang dibilang edan
Melawan kebodohan dengan bacaan
Karena sekolah tidak pernah menjadi jaminan, seringnya menyebar ketakutan

Dan dialah matahari yang bersinar terang pagi ini
Bagi mereka yang bahkan tak berani bermimpi
Seribu kali dibilang gratis, sejuta kali harus meringis
Maka siapa yang bisa menghalangi matahari ini untuk terus bersinar di setiap pagi?

Rabu, 19 Mei 2010

MUAK

Dengan puluhan kata, tergerak
Tidak pernah terlalu banyak, seringnya kekurangan
Barisan ini bukan pelarian, tak juga menyembuhkan
Semua terlontar, mengalir seperti air yang memang bukan untuk dibendung
Tak mempan oleh sentuhan
Muak terlanjur menyeruak

Dalam ratusan kata, tersedak
Berlarian, seperti sperma yang berlomba memenangkan sel telur
Bertabrakan, menerjang, meradang, siapa yang menang
Satu kata terbaca, satu pikiran terungkap
Yang lain berguguran, mundur untuk kembali berjuang
Sebuah kekalahan bukan untuk kematian

Di sebuah dunia, jutaan kata terpenjara
Puluhan, ratusan, bahkan mungkin jutaan lamanya
Jangan tanya baunya, busuk menyebar kemana-mana
Dan warna yang semula rupa-rupa tinggal satu adanya
Karena yang kuat selalu yang menang, si lemah hanya membudak
Pada keparat yang jadi raja, pada hitam yang suka menganiaya

Dengan satu kata, dalam satu impian, di sebuah dunia
Yang berguguran merapatkan barisan
Para budak menyatukan pikiran, tak bisa lagi dibiarkan
Seragam adalah pemerkosaan dan didengar bukan lagi pilihan
Maka muak bukanlah cacian
Tapi kata yang bahkan terlalu sopan untuk diucapkan

Surabaya, 19 Mei 2010

Minggu, 16 Mei 2010

PRASANGKA YANG MEMBUNUH

Terbiasa melihat gelap, hilang dalam terang
Terbiasa dalam gelap, sinar terlalu menyilaukan
Dan manusia ini mulai mencaci
Pikiran adalah iblis yang harus dibasmi

Tak biasa terlihat, sesat di suatu siang
Matahari tak terdefinisi sebagai kawan
Lawan semua yang datang
Basmi siapa saja yang menantang

Terbiasa dilihat miring, terbiasa melihat si sinting
Kata pun terdengar seperti hukuman
Oleh mereka yang mengaku normal
Mereka yang tidak biasa mendengar

Dan ini hanya kesekian kali
Dan ini mungkin tidak akan pernah berhenti
Dalam pikiran penuh prasangka
Dalam pikiran para tersangka

Maka menerjang bukan lagi pilihan
Dan makian hanya satu dari sekian curahan
Dari apa yang ditudingkan
Dari mereka yang mengaku kiriman tuhan

Lari tidak membawa kebaikan
Seringnya diteriaki bajingan
Jika hitam memang harus menjadi hitam
Yang seperti ini bukan kesalahan

Maka prasangka ini hanya ujian
Untuk manusia berlabel setan
Dan sangkaan ini adalah sebuah jalan
Untuk iblis yang mengaku tuhan